HMI Cabang Ciputat Bahas Revisi UU Kejaksaan dan Asas Dominus Litis

Tangerang Selatan, 13 Februari 2025 – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat menggelar diskusi akademis mengenai revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan di Nur Cholish Madjid Traning Center (NMTC).
Salah satu poin yang menjadi sorotan utama dalam RUU ini adalah penerapan asas dominus litis, di mana jaksa memiliki kendali penuh atas proses pidana, mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi putusan.
Dalam diskusi ini, HMI Ciputat menegaskan harapan mereka agar revisi UU Kejaksaan dapat memperkuat sistem peradilan pidana yang lebih adil, menjaga demokrasi, serta mencegah penegakan hukum dijadikan alat politik.
Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber yang mengupas sejarah kejaksaan hingga implikasi penerapan asas dominus litis dalam revisi hukum acara pidana (KUHAP).
Salah satu narasumber menjelaskan bahwa sejarah kejaksaan di Indonesia bermula pasca Sidang PPKI 19 Agustus 1945, di mana kejaksaan awalnya berada di bawah Departemen Kehakiman.
Namun, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kejaksaan menjadi lembaga yang mandiri dengan lahirnya UU Kejaksaan No. 15 Tahun 1961.
Perubahan regulasi terus terjadi, termasuk melalui UU No. 16 Tahun 2004, hingga kini kembali masuk dalam Prolegnas Baleg DPR RI tahun 2025 dengan pembahasan asas dominus litis sebagai salah satu isu utama.
Dalam kajian ini, penerapan asas dominus litis dipandang bukan hanya sebagai persoalan hukum, tetapi juga memiliki implikasi politik yang besar.
Beberapa dampak yang diidentifikasi dalam diskusi ini meliputi peningkatan peran kejaksaan dalam penyidikan, kontrol yang lebih ketat terhadap penyidik, efisiensi dalam proses hukum, serta keseimbangan dalam sistem peradilan pidana.
Namun, diskusi ini juga menyoroti potensi tantangan dalam penerapan asas ini. Kekhawatiran utama adalah kemungkinan penyalahgunaan kewenangan oleh jaksa dalam menentukan perkara yang layak dituntut atau dihentikan.
Oleh karena itu, peserta diskusi menekankan pentingnya mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyimpangan.
Dari perspektif politik, pergeseran kewenangan ini berpotensi mempengaruhi hubungan antara institusi penegak hukum, terutama Kepolisian, Kejaksaan, dan Pemerintah.
Perubahan ini diperkirakan akan menimbulkan perdebatan di antara pemangku kepentingan mengenai batas kewenangan masing-masing lembaga.
Diskusi ini mencerminkan komitmen HMI Cabang Ciputat dalam berkontribusi terhadap reformasi hukum di Indonesia.
Mereka menekankan pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam pembahasan revisi UU Kejaksaan agar regulasi yang dihasilkan benar-benar berpihak pada keadilan dan supremasi hukum.
HMI Ciputat juga meminta pemerintah untuk membuka ruang dialog lebih luas dengan akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat sipil dalam mengkaji revisi KUHAP ini.
Mereka berharap perubahan regulasi ini dapat menghasilkan sistem peradilan yang lebih adil, transparan, dan tidak mudah disalahgunakan untuk kepentingan politik.
Dengan diskusi ini, HMI Ciputat menegaskan bahwa mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat sipil memiliki peran strategis dalam mengawal kebijakan hukum.
Mereka berharap revisi UU Kejaksaan dapat menjadi instrumen hukum yang lebih baik dalam memberikan keadilan bagi masyarakat serta memastikan lembaga penegak hukum tetap berada dalam koridor demokrasi yang sehat.