Dilaporkan Emak-emak, Kuasa Hukum Menilai sebagai Upaya Melemahkan Hukum
Jakarta – Kasus penganiayaan terhadap KM (14) di Banyusri, Wonosegoro, Boyolali, memunculkan babak baru setelah adanya laporan balik dari beberapa emak-emak yang diduga terlibat.
Kuasa hukum KM, Asri Purwanti SH MH CIl, mengecam laporan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kliennya, yang merupakan korban dalam insiden ini.
Asri Purwanti, yang juga Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Tengah, menyebut laporan balik tersebut sebagai langkah untuk melemahkan upaya hukum yang sedang dilakukan pihaknya.
Menurut Asri, laporan tersebut tidak mempertimbangkan fakta bahwa KM adalah korban penganiayaan oleh belasan orang dewasa, termasuk para emak-emak yang kini melapor.
“Atas laporan emak-emak tersebut, kami meminta penyidik lebih berhati-hati dalam menangani kasus ini. Jangan sampai fakta yang sebenarnya diabaikan, karena klien kami adalah korban di bawah umur yang dianiaya secara bersama-sama,” tegas Asri, Jumat (10/1/2025).
Penganiayaan yang dialami KM menyebabkan trauma fisik dan mental yang serius. Saat ini, KM masih menjalani perawatan intensif di RSUD dr Moewardi. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan bahwa KM mengalami gangguan kejiwaan akibat insiden kekerasan tersebut.
“Kami melihat kondisi korban sangat memprihatinkan. Gangguan kejiwaan yang dialami bukan hanya dampak dari penganiayaan fisik, tetapi juga tekanan psikologis yang mendalam,” ungkap Asri.
Kritik Penanganan Hukum, Asri juga menyoroti ketidakseimbangan dalam proses hukum yang berlangsung.
Salah satunya adalah penggunaan hasil visum dari RS Waras Wiris Boyolali dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Menurut Asri, hasil visum tersebut tidak mencerminkan tingkat keparahan luka yang dialami korban.
“Visum itu tidak cukup menggambarkan luka parah yang diderita korban. Padahal, bukti dari dokter psikiater sudah jelas menunjukkan adanya gangguan kejiwaan akibat kejadian ini,” tambahnya.
Pengacara keluarga korban juga mengatakan kepada rekan media bahwa di didalam berkas BAP bukti yang dari RSUD Moewardi dan juga penyidik PPA Polres Boyolali tidak dilampirkan dan bukti korban yang babak belur akibat penganiayaan yang dilakukan oleh para tersangka dan seakan akan hanya peristiwa biasa padahal korbannya adalah anak dibawah umur yang harus dilindungi dan membutuhkan pengawasan hukum demi masa depan anak tersebut.
Untuk itu pengacara korban akan terus melakukan upaya dan juga rencananya hari Selasa 14 Januari 2025 akan mempertanyakan kepada penyidik polres Boyolali bagaimana kelanjutan kasus ini,dan mengapa para tersangka yang tidak ditahan bisa melaporkan balig kasus tersebut dan akan berkomunikasi dan bekerja sama dengan pihak pihak terkait seperti Komnas perlindungan anak indonesia dan juga Komnas ham.
Hal ini perlu dilakukan agar korban dan keluarga nya bisa mendapatkan perlindungan dan keadilan dalam penanganan kasus hukum tersebut dan memberi pelajaran kepada para tersangka dan efek jera agar tidak main hakim sendiri dan melakukan penganiayaan kepada anak dibawah umur. (**)