Ritual Pesan Kiamat Surat Mafia Tanah 10 Maret 1990, Kepada Keluarga Niko Naput, Santosa Kadiman dan Ika Yunita
Foto: Ritual Sakral Adat dan Doa Suci, Siap Mati Perjuangkan Hak Tanah 11 Hektar di Keranga Labuhan Bajo, (istimewa )
Labuan Bajo – Ahli waris almarhum Ibrahim Hanta (IH) dan Siti Lanung (SL) melakukan upacara ritual sakral adat budaya dan doa suci, Sabtu (21/12/2024) di Keranga, Labuhan Bajo. Yaitu ritual tumpahkan darah hewan kurban kambing di tanah 11 hektar yang diserobot Nikolaus Naput dan turunannya, bersama Santosa Kadiman, Ika Yunita dan PT. Manahanaim Group untuk mendirikan Hotel St.Regis.
“Ritual sakral ini secara filosofis-religius telah berada di tapal batas kehidupan, benteng terakhir ‘hidup atau hidup’. Ini dilakukan pada kondisi benar, tapi dikondisikan oleh sesuatu yang buruk. Sehingga berada pada posisi tekanan yang amat dalam, tak berdaya, dan di titik itulah berteriak, menjerit, menangis, meratap untuk memohon pertolongan Tuhan sang pencipta,” kata Jon Kadis, turunan Tua Golo salah satu kampung masyarakat adat, Jumat (27/12/2024) di Labuhan Bajo, Manggarai Barat.
Penasihat Hukum ahli waris almarhum Ibrahim ini, juga memohon izin kepada Tuhan, agar saat itu leluhurnya diutus untuk membantu perjuangan. Sebagaimana selayaknya ketika mereka (red-almarhum IH) saat masih hidup.
“Dari pengalaman yang ada pada masyarakat Manggarai yang taat pada adat-budaya dan melekat nilai-nilai religious. Jeritan orang-orang benar yang terzolimi didengar Mori Kraeng (red-Tuhan Allah),” ucap Jon Kadis.
Menurutnya, ritual sakral adat dan doa suci penuh khusuk ini sesungguhnya penyerahan total masalah kepada Tuhan, karena diyakini hanya Tuhan yang tahu persis siapa otak pen-dzolim sesungguhnya. Termasuk roh setan jenis apa yang menyerang kebaikan dan kebenaran.
“Bukan saja otaknya atau dalang utamanya, tapi juga mereka yang menyatu sehati dengan si dalang utama. Nantinya akan ketahuan dan terbongkar dan tentunya karma dunia akan menimpanya,” tegas Jon Kadis.
Sudah Tiga Kali Ritual Sakral di Tanah Keranga Labuhan Bajo
Menurut Mikael Mensen, salah satu orang tua dari keluarga almarhum IH mengatakan, dari kasus tanah 11 hektar milik orang tua atau kakek almarhum Ibrahim Hanta sudah tiga kali melakukan ritual yang amat sakral “tumpahkan darah”.
Pertama Tahun 2014
Pertama pada tahun 2014, ritual tumpahkan darah di makam almarhum IH dan SL di tanah 11 hektar di Keranga, Labuan Bajo. Ketika kami mulai tidak nyaman saat sekelompok orang dipimpin oleh Ramang Ishaka, Camat Komodo, dan Lipur, Lurah Labuan Bajo. Tiba-tiba muncul dari tanah ini untuk mengusir kami semua keluar. Alasan mereka waktu itu adalah karena tanah ini tanah mau diukur dan dibagi kepada anggota kelompok yang datang itu.
“Beberapa diantaranya adalah preman dari Bima bayaran Nikolaus Naput. Kedatangan mereka pada hari itu sebenarnya sudah kami ketahui, karena ada orang utusan mereka beberapa hari sebelumnya memberitahu kami,” terang Mikael Mensen bercerita.
Kata dia, lebih tepatnya mengintimidasi supaya supaya penggarap tanah jangan berada di lokasi, nanti akan diusir dan dibunuh kalau tidak nurut. Mendengar itu, sebelum hari H. Kami mengadakan ritual adat dan tumpahkan darah ayam berbulu putih lambang kebenaran dan kesucian di kuburan almarhum IH di samping Masjid Raya di kampung Waemata Labuan Bajo.
“Kami juga tumpahkan darah ayam itu di tanah 11 hektar disertai doa mohon pertolongan Tuhan. Tibalah pada hari H dan amat terkejut-lah mereka melihat kami sedang berada di sana, yang siap mati mempertahankan kebenaran hak milik atas tanah. Kami jelaskan fakta dan kebenaran kepemilikan yang sesungguhnya, dan kami siap mati sekarang, kamu mati atau kami mati. Akhirnya mereka pulang, tidak jadi menyerobot tanah ini”, lanjut Mikael Mensen.
Menurutnya, apa yang terjadi pada mereka setelah itu? Kami yakin Mori Kraeng sudah menjatuhkan keputusan dimana kebenaran itu sesungguhnya berada, dan siapa otak anti kebenaran.
“Keputusan pengadilan itu adalah kematian dengan cara Tuhan sendiri, tanpa melibatkan manusia. Sampai hari ini kami tetap datang ke sini, melihat dan merawat tanaman kami, memagari lahan ini,” tukas Mikael dengan keyakinan yang sangat dalam.
Tahun 2021, Surat Penyerahan Tanah dari Orang Mati
Salah satu ahli waris almarhum IH, Muhamad Rudini menuturkan, tahun itu terjadi sebuah tantangan yang kami rasa amat besar, yaitu memberikan maaf dan mengampuni orang yang jelas-jelas bersalah kepada kami. Baik itu bersalah langsung kepada jiwa almarhum IH, dan bersalah langsung kepada Tuhan yang berhak atas hidup dan mati.
“Itu sangat, sangat melukai hati jiwa almarhum IH dan kami yakin melukai hati Tuhan juga. Apa itu? Waktu itu kami membuat ritual perdamaian atas Laporan pidana penipuan surat orang mati itu. Secara rohaniah, ritual itu dihadiriboleh jiwa almarhum IH dan di hadapan Tuhan sendiri,” ucap Muhamad Rudini.
Detailnya sebagai berikut. Pada waktu sidang mediasi pembuatan SHM tanah 11 ha itu ke atas nama kami pada 2020, diperlihatkan oleh oknum BPN, Herman namanya, sebuah surat 2019, yang isinya bahwa tanah 11 ha itu sudah diserahkan oleh pemilik tanah, Ibrahim Hanta, kepada Nikolaus Naput.
Surat itulah sebagai alasan pengukuhan pembuatan SHM di atas tanah tersebut pada tahun 2017 oleh BPN. Kamipun berontak dan marah saat mediasi itu. Jelas itu surat palsu, nama dan tandatangan dari orang mati, yaitu almarhum IH yang sudah meninggal 1986, sekitar 30 tahun lalu.
Lalu kami buat Laporan Pidana dan saat mau naik ke tingkat penyidikan hukum, pihak Nikolaus Naput datang meminta maaf.
“Kami orang baik, berhati baik. Pada hari yang dijanjikan, 23/3/2021 acara perdamaian itu dilakukan secara ritual adat. Isi perdamaian damai itu adalah: pertama, Nikolaus Naput mengakui kesalahan, mohon maaf kepada kami yang masih hidup ini, kepada jiwa dari almarhum IH dan kepada Mori Kraeng. Kedua, tidak keberatan kami melanjutkan proses pensertifikatan tanah 11 ha. Ketiga, membatalkan surat palsu orang mati 2019 itu. Ketiga, mencabut kembali Laporan Pidananya”, kata Muhamad Rudini.
Setelah ritual perdamaian itu, kami datang ke BPN, memintanya melanjutkan proses pembuatan SHM tanah 11 ha, seraya menunjukkan surat kesepakatan damai secara adat itu. Tapi betapa terkejutnya kami, ternyata Nikolaus Naput memberitahu BPN, bahwa ia sudah batalkan sepihak perdamaian itu. Itu berarti bahwa dia tetap mengklaim tanah 11 hektar itu miliknya. Pembatalan yang ia lakukan itu berarti dia menipu jiwa para leluhur dan Tuhan sendiri.
“Apa yang terjadi pada diri saudara Nikolaus Naput setelah itu? Kami mendengar kabar dia meninggal di kamarnya di rumah besarnya di Ruteng. Ia menghembuskan nafas terakhirnya di dunia ini. Itu bukan karena kami, tapi kami yakini itu hukum karma dari Tuhan Sang Maha Adil. Hak kepemilikan kami atas tanah warisan dihalangi oleh surat palsu penyerahan tanah oleh orang mati, dan karmanya bahwa yang bersangkutan mati sebelum masalah selesai”, tutup Muhamad Rudini.
Tahun 2024, Surat Alas Hak 10 Maret 1990 Dari Lokasi Lain
Dan pada tahun 2024 ini, hak kepemilikan ahli waris tanah 11 hektar milik almarhum IH ini dihadang lagi oleh surat perolehan tanah 16 hektar 10 Maret 1990. Hal ini dikatakan Jon Kadis, SH, salah satu Penasehat Hukum bersama Dr (c) Indra Triantoro, SH, MH, dalam perkara Perdata nomor 1/2024 di PN Labuan Bajo.
“Hadangan hak milik ahli waris almarhum IH 11 hektar muncul di persidangan perkara perdata Yaitu surat alas hak di pihak mereka (anak Niko Naput dkk), tanah 16 ha surat 10 Maret 1990 yang diklaimnya include tanah 11 hektar milik almarhum Ibrahim Hanta”, kata Jon.
Sesungguhnya, ahli waris mengajukan gugatan hak ini ke PN, pada dasarnya untuk mendapat kepastian formal bahwa tanah 11 hektar ini sah milik ahli waris almarhum IH. Bukan diartikan bahwa perolehan secara adat kapu manuk lele tuak tidak sah, tetapi memohon agar secara hukum perdata negara mengesahkannya.
“Nah, keputusan PN 23/20/2024, tanah 11 ha sah milik alm.Ibrahim Hanta, dan itu warisan yang sah pula dimiliki para ahli warisnya. Adapun bukti kontra mereka, surat 10 Maret 1990 sangat tidak berkaitan dengan tanah 11 hektar ini, karena lokasi tanahnya di tempat lain. Harusnya sampai di sini, putusan sudah inkrah”, lanjut Jon.
Tetapi kata dia, keputusan PN itu tidak diterima oleh pihak anak almarhum Nikolaus Naput, Santosa Kadiman, PT.Mahanaim Group oleh Ika Yunita. Mereka mengajukan naik banding, tetap mengklaim bahwa mereka berhak memiliki tanah 11 ha itu berdasarkan surat alas hak 10 Maret 1990 itu.
“Padahal surat itu adalah untuk tanah yang berada di lokasi lain entah dimana. Atau, itu diduga surat palsu. Itulah sebabnya, kenapa akhirnya hakim mengabaikannya”, tutup Jon.
Menanggapi kemauan keras anak Nikolaus Naput dkk pada surat 10 Maret 1990 tersebut, maka seluruh turunan almarhum IH dan almarhum SL sebanyak 60 orang melakukan lagi ritual adat-budaya dan doa sakral penuh khusuk di tanah 11 hektar di Keranga, Labuan Bajo, pada 21 Desember 2024.
“Sekali lagi darah hewan sebagai lambang petaruh nyawa dalam mempertahankan kebenaran hak milik. Kami tumpahkan ke tanah dan di kuburan almarhum IH, sebagai sumpah mati mempertahankan tanah ini. Dan memohon kepada Tuhan turun tangan lagi,” kata Mikael Mensen
“Apa yang terjadi pasca ritual ini? Hanya Tuhan yang tahu. Kami pastikan bahwa palu keputusan Tuhan pasti dijatuhkan. Saya pikir, maaf ya, surat 10 Maret 1990 itu adalah surat setan intimidasi gaya premanisme mafia penipu penyerobot tanah,” lanjutnya.
Dalam ritual itu, pihak keluarga almarhum IH membakar surat itu secara spiritual di lokasi tanah 11 hektar dan di bara api bakar kambing yang darahnya sudah kami tumpahkan di tanah. Itu adalah pesan kiamat bagi pemegang surat setan mafia tanah 10 Maret 1990 itu.
“Apa yang bakal terjadi pasca ritual adat sakral doa suci ini? Saya ngeri mengucapkannya. Tapi yang jelas, kami yakin bahwa Tuhan sudah mendengar doa kami dalam kesesakan,” pungkas Mikael Mensen. (red)