DPR DAN PARTAI POLITIK DALANG DARI SEMUA KERUSUHAN!

DPR DAN PARTAI POLITIK DALANG DARI SEMUA KERUSUHAN!

Oleh: Rodin Kumbara (Mahasiswa UIN SMH Banten dan Aktivis Mahasiswa Kepulauan Seribu)

Tepat pada hari Senin, 5 Oktober 2020, pukul ……, DPR dan sejumlah Fraksi Parpol telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (OMNIBUS LAW)  menjadi Undang-Undang yang sangat meresahkan masyarakat, khususnya para pekerja (Buruh). Keputusan tersebut mengundang penolakan dari para buruh, masyarakat hingga mahasiswa. Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat. Yang semula direncanakan pada tanggal 8 Oktober 2020 menjadi 5 oktober 2020.

Disisi lain, pengesahan tersebut mendapat penolakan keras dari berbagai elemen masyarakat diberbagai daerah di Indonesia. Akibatnya, berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, pelajar, buruh hingga Organisasi Kepemudaan dan Keagamaan (Muhamadiyyah, NU, dan lain-lain) melakukan aksi unjuk rasa serta cara lain yang berujung pada penolakan dan pencabutan UU tersebut.

Tepat pada hari kamis 8 oktober 2020, ribuan buruh, mahasiswa dan organisasi kepemudaan dari berbagai elemen di Jakarta, serentak turun kejalan-jalan melakukan aksi demonstrasi dengan tujuan menolak dan mendesak pemerintah untuk mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja yg sudah disahkan oleh DPR dan sejumlah Fraksi Partai pada 5 Oktober lalu. Mereka menganggap UU Cipta Kerja ini tidak berpihak terhadap para buruh tetapi lebih berpihak kepada pengusaha. Ada dua titik sentral yang menjadi sasaran aksi demonstrasi di Jakarta; pertama Istana Negara dan gedung DPR.

Aksi unjuk rasa yang dilakukan tersebut mengakibatan kerusakan fasilitas umum yang terjadi diberbagai daerah, misalnya; kerusakan halte di Harmoni Jakarta Pusat, Stasiun MRT Setiabudi Astra, halte Transjakarta Karet yang berada di wilayah perbatasan Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat,  kebakaran pos polisi dipersimpangan Harmoni Jakarta Pusat, kerusakan rambu-rambu jalan, taman kota, kerusakan gedung DPRD kota Malang, dan berbagai macam kerusakan lainnya diberbagai daerah di Indonesia.

Terlepas dari itu, ada banyak korban jiwa terjadi saat unjuk rasa yang dilakukan pada tanggal 5-8 Oktober lalu. Mulai dari banyaknya mahasiswa yang terluka, aparat kepolisian yang terkena pukulan, pers yang hilang hingga hal lain yang bersifat anarkis. Seperti yang kita lihat diberbagai media massa, banyak mahasiswa yang terluka parah akibat dari keanarkisan aksi yang terjadi. Menurut berita yang beredar ada 6 mahasiswa dari Universiitas Pelita Bangsa (UPB) yang menjadi korban keganasan aparat keamanan, bahkan mahasiswa tersebut harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Central Medika Cikarang, Jawa Barat.

Jika sudah terjadi seperti ini, siapa yang akan disalahkan, apakah mahasiswa, buruh ataukah aparat keamanan? Tidak ada yang patut disalahkan. Mahasiswa hanya penyambung aspirasi rakyat dan Aparat keamananpun hanya melakukan tugasnya yang mesti ia kerjakan. Yang seharusnya disalahkan itu adalah DPR dan sejumlah Fraksi Parpol yang sudah mengesahkan UU tersebut sehingga terjadi kerusuhan dimana-mana. Pasalnya, mereka sebelumnya tidak mensosialisasikan UU Cipta Kerja ini secara detail dan merata kesetiap daerah atau pelosok-pelosok yang ada di Indonesia.

Akibat dari keputusan tersebut semua elemen yang ada di Republik ini menolak keras akan hal itu, imbasnya negara menjadi kacau balau, kerusakan dimana-mana, anak-anak bangsa yang seharusnya  dibina, dan diperhatikan ikut menjadi korban dari keganasan elit politik.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Partai Politik memiliki fungsi dan tujuan yang sama, yaitu atas nama rakyat dan menjadi kepanjangan tangan rakyat dalam mecapai tujuan bangsa, tetapi kini sudah menghianati rakyatnya sendiri dengan tujuan mengatasnamakan rakyat, fakta yang kita lihat saat ini terdapat kader-kader partai didalam tubuh DPR yang turut mengesahkan. Sudah lebih jelas, DPR dan sejumlah Partai Politik didalamnya bukan lagi kepanjangan tangan rakyat melainkan kepanjangan tangan para elit yang mempunyai kepentingan terhadap kelompoknya.

Dengan penjelasan dan analisa diatas, penulis dapat meyimpulkan dalang dari semua kerusuhan yang terjadi di Republik ini adalah Partai Politik dan ini menyimpang jauh dari tujuan umum partai politik yang terdapat pada pasal 6 undang-undang No.31 tahun 2002 tertang partai politik. Padahal, peran partai politik sangat penting bagi keberlangsungannya suatu negara demokrasi.

Menurut hemat penulis, sudah seharusnya partai politik dibubarkan dan dihapuskan dari proses demokrasi di negara kita. Hal ini berdasar pada realitas politik yang sangat buruk, dan hampir setiap saat kita hadapi bersama. Berbagai alternative lain seperti citra partai politik dengan menegaskan platform, visi, misi, itu hanya lip service dan klasik yang tidak pernah terbukti. Secara garis umum partai politik tidak peka dan respek terhadap (penderitaan) rakyat yang semakin hari, makin terhimpit oleh kebijakan-kebijakan yang tidak merakyat, padahal hakikat dari partai politik adalah usaha bersama dalam rangka melindungi hak-hak dan memperjuangkan kesejahteraan hidup secara collective (bersama) dan itu yang harus diperjuangkan dari partai politik, minimal menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah.

Dengan dibubarkan dan dihapuskannya partai politik, bayangan kedepan ketika berbicara Indonesia hari ini, kita akan setuju, bahwa Indonesia tanpa adanya partai politik akan lebih nyaman, aman, tenteram dan bangunan kepercayaan atas birokrasi ini menjadi tidak sekedar dibalik gedung, tetapi saling berhadapan langsung antara rakyat dengan pemerintah. Dan upaya untuk menciptakan masyarakat adil, makmur pun tidak hanya slogan belaka dalam Pancasila, tetapi menjadi realitas dalam kehidupan bangsa, dan negara. Aamiin.

Partai Politik No, Independen Yes.