Menutup Ruang Gerak ‘Polisi Nakal’ Demi Terwujudnya Visi Polri Presisi

Oleh : Dinal Gusti dan Deni Wahyudi, Pegiat Lentera Studi Pemuda Indonesia (LSP Indonesia)

“Polisi nakal ngapain dibela, Pecat!”—(Irjen Pol Ferdy Sambo).

Ruang gerak bagi ‘Polisi-polisi nakal’ semakin hari makin sempit. Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo baru saja memberikan ultimatum kepada seluruh anggota Kepolisian Republik Indonesia—untuk tidak melakukan pelanggaran hukum dalam bertugas. Bila ada anggota yang kedapatan melakukan tindakan melawan hukum, maka ancaman pemecatan tanpa belas kasihan sudah di depan mata anggota.

Polri adalah institusi yang ditugaskan Negara untuk menjaga rasa aman dan tertib masyarakat. Namun, sebulan atau dua bulan belakangan ini, wajah Polri sempat tercoreng oleh tindakan oknum Kepolisian di sejumlah daerah. Penyimpangan petugas di lapangan banyak terekam kamera warga, hingga akhirnya menjadi viral. Dan bahkan ada kelompok masyarakat yang dengan sengaja mem-blow up tagar Percuma Lapor Polisi untuk menciptakan ketidakpercayaan kepada Polri.

Kinerja Divisi Propam Polri—Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tak menampik fakta ‘kenakalan’ sejumlah anggota Polisi di lapangan. Namun penyimpangan yang dilakukan oknum anggota—tak semata-mata dikarenakan lemahnya pengawasan Propam. Fakta lain menunjukan bahwa Propam berhasil melakukan penurunan angka pelanggaran disiplin, kode etik hingga pidana yang sangat signifikan di tahun 2021.

Divisi Propam mencatat data pelanggaran disiplin, Kode Etik Profesi Polri (KEPP) dan pelanggaran pidana periode Januari hingga Oktober 2021, mengalami penurunan drastis dibandingkan tahun 2020. Di tahun 2021, pelanggaran disiplin tercatat 1.694 kasus, pelanggaran KEPP 803 kasus, dan pelanggaran berat 147 kasus. Bila dibandingkan data di tahun 2020, pelanggaran disiplin tercatat sebanyak 3.304 kasus, pelanggaran KEPP 2.201, dan pelanggaran berat 1.024. Artinya di tahun 2021 ini telah terjadi penurunan angka penyimpangan anggota yang begitu drastis.

Media Sosial, Viral dan Aplikasi Propam Presisi—Di abad digital ini, media sosial (medsos) menjadi pintu utama bagi masyarakat untuk melihat dunia. Fenomena penyimpangan anggota kepolisian di lapangan dengan mudah te-record dan ter-upload oleh Smartphone warga negara. Dorongan masyarakat untuk mem-Viralkan video oknum kepolisian tak semata-mata karena faktor kepedulian terhadap Polri, tetapi juga karena faktor ‘Sentimen’.

Dorongan sentimental ini adalah salah satu indikator yang men-drive sejumlah video oknum kepolisian hingga akhirnya tersebar dan viral di masyarakat luas. Tak hanya Viral, narasi politis seperti ‘Kalau tak viral, maka tak direspon (Polisi)’ menjadi Kredo atau kepercayaan baru di sebagian masyarakat. Viral atau populer akhirnya menjadi ukuran publik untuk melihat kinerja Polri. Pemahaman atau logika ini tentunya sangat cacat (Falacy) dalam memandang persoalan. Seolah-olah Polri tak bekerja, karena ukuran bekerja atau tidaknya ditentukan oleh Viral atau tidaknya laporan.

Kita harus menggunakan mata yang jernih dalam memandang fenomena video viral oknum anggota kepolisian. Kenakalan sebagian kecil anggota di lapangan tak bisa digeneralisir sebagai kenakalan Lembaga yang dihuni oleh 400 Ribu lebih anggota Kepolisian. Pemahaman ini perlu diluruskan agar kita tak terjebak oleh pemahaman parsial atau sempit yang pada akhirnya merugikan kita semua.

Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo telah sarankan hal yang positif kepada masyarakat luas dalam menyikapi fenomena kenakalan anggota Polri di lapangan. Di tahun 2021 ini, Divisi Propam telah meluncurkan Aplikasi Propam Presisi untuk mengakomodir laporan atau keluhan warga negara bila berhadapan dengan minusnya kinerja atau pelayanan Polri. Melalui aplikasi tersebut masyarakat menjadi lebih mudah membuat laporan atau aduan tanpa harus menunggu Viral.

Keberpihakan Polri Kepada Masyarakat—Polri yang prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan (Presisi) mampu berjalan pada track yang presisi (pas). Hal itu kita bisa cermati dari ultimatum Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang secara tegas dan berani memotong ‘Kepala Ikan Busuk’, atau memberikan kesempatan kepada para Pimpinan Polri di setiap daerah untuk ‘Bersihkan Ekor’. Sikap Kapolri ini menegaskan keberpihakan Polri kepada masyarakat.

Demi menata Institusi Polri menjadi lebih baik, Kapolri Listyo Sigit Prabowo bersama jajarannya—dalam hal ini : Divisi Propam, telah banyak memberhentikan oknum polri yang menyimpang secara tidak hormat. Dan hal itu tak hanya berlaku kepada anggota, Perwira yang tak mampu menjadi teladan yang baik pun harus menerima konsekuensi untuk dinon-aktifkan, atau dimutasi dari jabatannya.

Di era Kapolri Listyo masyarakat mulai turut serta dan terlibat aktif dalam mempercepat Visi Polri yang Presisi. Kran kritik publik terhadap Polri dibuka lebar-lebar oleh Kapolri, demi kebaikan dan memaksimalisasi layanan kepolisian sebagai Pengayom dan pelindung masyarakat. Gerbang Demokrasi Polri kini terbuka sangat lebar, dan boleh disinggahi siapapun. Masyarakat tak perlu lagi takut dan cemas, karena Wajah Polri kini semakin humanis. [ ]