Pegawai KPK Diberhentikan, Konsekuensi Penerapan UU 19 Tahun 2019 dan Perkom No. 1 Tahun 2021
Foto:Istimewa
SuaraPEMUDA– Petrus Selestinus, Kordinator TPDI dan Advokat Peradi menilai pemberhentian terhadap 75 Pegawai KPK non aktif merupakan konsekuensi logis dan yuridis dari pelaksanaan UU No. 19 Tahun 2019 dan Perkom No. 1 Tahun 2021. Dimana Novel Baswedan Dkk diberhentikan oleh KPK akibat tidak lulus dari Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
“Sudah jelas pemberhentian ini merupakan konsekuensi logis dan yuridis dari pelaksanaan UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU KPK dan Perkom No. 1 Tahun 2021, Tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN. Jadi Pimpinan KPK hanya melaksanakan perintah UU tersebut,” kata Petrus Selestinus kepada awak media, Selasa (24/08/2021) di Jakarta.
Karena itu kata Petrus, sekalipun Firli Bahuri dkk selaku Pimpinan KPK punya niat baik untuk tidak memberhentikan Pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Namun walaupun ada keinginan kuat Firli Bahuri dkk. tidak memiliki bisa melawan kekuatan UU No. 19 Tahun 2019 dan Perkom KPK No. 1 Tahun 2021.
“UU ini mengharuskan seluruh Pegawai PKP wajib ikut tes TWK. Wlaupun dengan resiko, lulus atau tidak lulus. Ini yang harus dipahami,” kata Petrus menegaskan.
Menurutnya juga, TWK terhadap Pegawai KPK merupakan Kebijakan Negara yang diatur di dalam UU No. 19 Tahun 2019 Tentang KPK dan Perkom No. 1 Tahun 2021. Dimana pelaksanaannya tidak bisa ditawar-tawar lagi.
“Maka dari itu jelas bahwa Firli Bahuri dkk. tidak bisa disalahkan oleh Novel Baswedan dkk. Akibat telah gagal menjadi ASN pada KPK,” ungkapnya.
Kata dia, Novel Baswedan dkk. seharusnya menyadari bahwa dalam setiap kegiatan pelayanan publik, termasuk pelayanan publik yang dilakukan oleh KPK, sebagai Lembaga Negara yang melaksanakan Pelayanan Publik, terdapat “Misi Negara”. Dimana KPK harus memastikan bahwa setiap ASN pada KPK haruslah ASN yang benar-benar paham dan menghayati Nilai Dasar, Kode Etik, Kode Perilaku, dll. sesuai tuntutan UU ASN.
“Novel Baswedan bahwa Firli Bahuri dalam suatu konferensi persnya pernah menyatakan, tidak pernah berencana untuk melakukan pemecatan pada para pegawai yang tak lolos dalam TWK. Namun kenyataannya bertolak belakang dengan dokumen notulensi rapat pimpinan KPK yang dilaksanakan pada 29 April 2021, yaitu Pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat (TMS), diminta mundur diri per-1 Juni 2021, bila tak mau.mundur diri, tetap diberikan SK pemberhentian dengan hormat,” jelasnya panjang lebar.
Namun kata Petrus, sayangnya Novel Baswedan mengaku mendapatkan copy notulensi dari pihak ketiga atau yang tidak berkompeten, yang isinya yaitu dalam soal TWK, terkait status yang tidak lulus diminta undur diri atau jika tidak undur diri, diberhentikan.
“Ini juga pertanda perjuangan Novel Baswedan dkk. sudah masuk tahap anti klimaks, sehingga “tak ada rotan akarpun jadi” untuk berjuang,” tukas Petrus.
Bahkan kata Petrus, ngaku mendapatkan notulensi dari sumber yang tidak berkompeten atau pihak ke tiga di luar KPK, namun tanpa malu-malu dijadikan dasar menuntut dipekerjakan kembali sebagai pegawai di KPK. Padahal soal Firli Bahuri merancang agar bagi yang TMS diminta mengundurkan diri atau diberhentikan, itu sah sah saja karena Firli Bahuri memiliki kewenangan merancang sebuah kebijakan.
“Yang namanya rancangan, bisa berubah setiap saat berdasarkan dinamika yang berkembang dan itu sepenuhnya wewenang Firli selaku Pimpinan KPK, lalu salahnya di mana?,” ujarnya.
Jadi Novel Baswedan dkk, kata Petrus sebaiknya berhentilah bermanuver, jangan ganggu KPK dalam tugas pelayanan publik, yaitu cegah dan berantas korupsi. Ketidakpuasan Novel Baswedan dkk. akibat tidak lulus TWK dan tidak jadi ASN, adalah soal biasa.
“Apabila Novel Dkk, tetap keberatan lakukanlah dengan cara-cara yang elegant yaitu gugat secara Perdata. Baik secara Tata Usaha Negara dan/atau secara Uji Formil dan Materil ke MA dll. sesuai perintah UU,” pungkasnya. (red/ba)
RB. Syafrudin Budiman SIP