NTB – Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Pemerhati Daerah NTB akan melaporkan elit-elit HKTI NTB ke Kejagung RI atas dugaan keterlibatannya dalam kasus gratifikasi dan penggelapan dana KUR Pertanian tahun anggaran 2020 lalu. Laporan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil BAP Kejari Selong supaya diatensi oleh Kejagung RI
“Insya allah minggu ini kami akan laporkan elit-elit HKTI NTB dan kroni-kroninya ke Kejagung RI terkait dugaan penggelapan dana KUR Pertanian di Lombok Timur. Ini adalah follow up kami terkait hasil BAP kasus tersebut di Kejari Selong. Kami yakin Kejagung RI lebih professional melihat permasalahan ini” Ujar Hartawan dalam rilisnya, Rabu, 24 November 2021.
Koordinator GMPPD NTB berharap masyarakat berpartisipasi aktif dalam membongkar dugaan pemalsuan dokumen mereka yang mengarah ke penggelapan dana KUR Pertanian yang seharusnya dinikmati petani.
“Untuk mendukung proses hukum kami berharap semua masyarakat berperan aktif membongkar kasus ini, terlebih kasus ini berdampak pada hutang yang ditanggung para petani dan sangat jelas merugikan mereka”. Ujar Hartawan.
Seperti yang diketahui sekitar 622 warga Kecamatan Jerowaru yang tersebar di Desa Kwang Rundun, Sekaroh, Ekas Buana, Pemongkong, dan Seriwe menjadi korban dugaan penyaluran dana KUR Pertanian fiktif. KUR tersebut sedianya diperuntukkan bagi petani yang kekurangan modal, namun justru menjadi petaka bagi mereka.
Modusnya, elit HKTI NTB melibatkan para Kepala Desa dan aparaturnya mengambil identitas atau KTP/KK korban dengan iming-iming bantuan pertanian, namun kenyataannya tidak demikian. Justru data warga ini dijadikan kreditur fiktif sebagai jaminan penyaluran dana KUR Pertanian.
“Sebelumnya saya dimintain KTP/KK dan diserahkan ke Desa, beberapa waktu kemudian disuruh tandatangan. Katanya sih sebagai syarat dikasi bantuan pertanian. Lama ga ada kabar, tau-taunya saya berhutang di Bank BNI Rp 40jt, padahal belum terima itu bantuan”. Ujar korban yang tidak mau disebutkan namanya.
Untuk diketahui realisasi anggaran untuk program KUR Pertanian di NTB mencapai Rp 500 miliar, hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Pembiayaan PSP Kementerian Pertanian saat penandatanganan MoU Kerjasama dengan HKTI NTB, Lembaga perbankan, CV ABB dan MTANI sebagai off taker pada beberapa waktu lalu. Realisasi anggaran tersebut fantastis, namun fakta dilapangan justru menjadi petaka bagi masyarakat.
“Masyarakat mana sih yang tidak mau dikasi bantuan pertanian? terlebih saat mereka sedang membutuhkan biaya untuk tanam jagung. Dari pengakuan korban yang kami temui, mereka berbondong-bondong ke Kantor Desa guna menandatangani akad KUR, tapi faktanya menjadi hutang yang dibebankan ke mereka, nilainya pun fantastis. Kisaran 15jt – Rp 45 jt tergantung dari luas lahan yang mereka miliki”. Ujar Hartawan dalam rilisnya.
Lebih lanjut, Hartawan Koordinator GMPPD NTB mengatakan masyarakat mengaku pernah menerima bantuan bibit jagung, pupuk, dan sejenisnya. Namun jika ditotal nilai harganya tidak sampai sampai Rp. 2 juta dan para petani mengkalim telah melunasinya.
“Beberapa masyarakat yang kami temui mengakui telah menerima bibit jagung, pupuk, dan sejenisnya, tapi nilainya tidak sampai Rp 2jt dan mereka telah melunasinya. Dan ada juga masyarakat yang tidak menerima sama sekali, tau-taunya punya hutang di BanK BNI” Ujar Hartawan menuturkan pengakuan masyarakat.