Oleh : Dinal Gusti dan Deni Wahyudi, Pegiat Lentera Studi Pemuda Indonesia [LSPI]
Corona Viruses Desease atau Covid-19 telah memberikan dampak buruk bagi kehidupan manusia. Dimensi Ekonomi dan kesehatan adalah dua sektor kehidupan manusia yang paling merasakan dampaknya. Sorot mata dunia saat ini cenderung mengarah ke dua sektor tersebut. Pelbagai rumusan kebijakan di banyak negara, termasuk Indonesia pun lebih concern pada persoalan ekonomi dan kesehatan.
Satu sektor yang jarangkali tersentuh di era Pandemi ini adalah persoalan kesehatan mental bagi anak-anak. Kehadiran Pandemi ini secara de facto memberikan dampak traumatik bagi anak-anak. Dan tak hanya itu, 38.360 anak Indonesia menurut catatan Kementerian Sosial telah menjadi Yatim Piatu akibat dari Pandemi. Pengalaman traumatik yang dialami jutaan anak-anak Indonesia karena Pandemi, kini telah berkelindan dengan rasa takut dan cemas akan kehilangan orang-orang yang mereka cintai.
Pada tanggal 2 November 2021 lalu, Kapolri Listyo Sigit Prabowo menghadiri gelaran acara pendampingan anak bertema “Peduli Anak, Indonesia Tangguh.” Dalam forum tersebut Kapolri memberikan atensi khusus terkait problem psikososial yang dialami anak-anak selama Pandemi. Kapolri menegaskan bahwa pelayanan bantuan psikologi sangat dibutuhkan bagi anak-anak yang terdampak. Tujuannya adalah memastikan psikologi anak-anak dalam kondisi baik, dan juga memberikan bantuan sosial kepada mereka yang terdampak.
Visi humanistik Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam melihat problematika Psikososial yang dialami anak-anak Indonesia ini adalah sesuatu yang patut diberikan apresiasi. Di tengah situasi bangsa yang sedang berjuang keluar dari Pandemi, Kapolri Listyo Sigit memiliki rasa kepedulian yang tinggi pada nasib anak-anak Indonesia, khususnya bagi mereka yang terdampak. Bagi penulis, keinginan kuat Kapolri untuk memberikan pendampingan dan perlindungan khusus bagi anak-anak yang terdampak adalah upaya menyelamatkan generasi bangsa agar tidak pupus harapan dan juga keceriaan. Dan pada konteks ini, penulis teringat dengan Viktor Frankl.
Dalam dunia Psikologi, Viktor Frankl adalah salah satu psikolog yang paling berpengaruh di samping Sigmund Freud. Psikolog sekaligus ahli neurologi asal Austria ini perumus Logoterapi dalam dunia Psikologi. Logoterapi diperkenalkan oleh Frankl pada tahun 1945 dalam bukunya yang berjudul Man’s Search for Meaning. Dalam buku tersebut Logoterapi dipahami sebagai sebuah metode terapi yang diyakini bisa membantu banyak orang lebih sadar dengan hidup yang dijalani. Terapi ini mengajak orang-orang untuk mulai memasukan nilai ke dalam hidup agar lebih bermakna.
Viktor Frankl adalah korban keganasan Nazi, Hitler. Dirinya adalah salah satu tahanan Nazi yang selamat dari jutaan Yahudi yang tewas di kamp konsentrasi. Pengalamannya melihat wajah-wajah kaum Yahudi yang putus asa [hopeless] di dalam kamp konsentrasi pada saat itu memberikannya inspirasi untuk merumuskan logoterapi. Frankl percaya bahwa setiap manusia didorong oleh sebuah keinginan untuk memiliki arti dalam pencarian makna kehidupan sekalipun dalam kondisi gelap dan terpuruk. Singkatnya—Frankl percaya setiap manusia bisa mengubah situasinya sendiri.
Harapan Kapolri Listyo Sigit bersama TNI, Kemensos dan Kementrian Perlindungan Anak dalam upaya selamatkan generasi bangsa dari ancaman Pandemi Covid-19 adalah harapan semua anak bangsa. Ikhtiar kemanusiaan yang sedang dititi Kapolri bersama lembaga lainnya senafas dengan apa yang telah dirumuskan oleh Viktor Frankl 76 tahun lalu. Upaya pendampingan, memberikan perhatian kepada anak-anak yang terdampak Pandemi, khususnya bagi mereka yang menjadi Yatim [Piatu] adalah upaya memelihara asa, harapan dan semangat anak bangsa agar tetap nyala. Bagaimanapun mereka tidak boleh kehilangan keceriaan dan juga perhatian dalam situasi buruk saat ini.
Kapolri Listyo Sigit menyebut bahwa generasi anak-anak kita [bangsa] kelak akan menjadi generasi penerus. Dari mereka tak menutup kemungkinan akan terlahir sosok pemimpin Indonesia di masa depan. Maka dari itu, dukungan psikososial yang bersifat berkelanjutan harus dipertahankan. Upaya pemetaan potensi, minat dan bakat anak-anak melalui kegiatan konseling secara tatap muka atau online harus diperkuat. Polri dalam hal ini telah membuat aplikasi e-psikologi Polri sebagai upaya konseling anak. Tujuannya adalah memantau tumbuh kembang anak sehingga sesuai dengan potensi dan bakat yang ada.
Pemanfaatan teknologi digital untuk memberikan konseling kepada anak-anak yang dilakukan Polri adalah salah satu langkah kemanusiaan dalam menyelamatkan masa depan anak-anak bangsa. Pada posisi ini Penulis juga memiliki perhatian yang sama dengan Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Selama Pandemi ini kami telah membuat sejumlah gerakan yang berkaitan dengan psikososial anak. Pertama adalah gerakan melukis. Dan yang kedua adalah gerakan menulis.
Melukis dan menulis adalah dua upaya kami yang berhimpun dalam Wadah yang bernama Lentera Studi Pemuda Indonesia [LSPI]. Dua kegiatan terdahulu terinspirasi dari Logoterapi Viktor Frankl. Dua kegiatan ini ditujukan sebagai ruang khusus untuk mendistribusikan trauma anak selama Pandemi, sekaligus sebagai wahana bagi mereka untuk memaknai hidup. Tema yang kami usung adalah seputar pengalaman anak di masa Pandemi. Dari dua kegiatan tersebut telah lahir ratusan lukisan dan sebuah buku antologi cerpen anak tentang Covid-19.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dan juga kita semua percaya bahwa hidup tak selamanya indah. Setiap orang bisa saja mengalami kegagalan. Dan setiap momen pasti memberikan makna sekalipun dalam rupanya yang paling buruk. Pengalaman Pandemi adalah pengalaman terburuk di abad 21. Pengalaman buruk ini harus dilampaui dan diatasi secara seksama. Anak-anak tidak boleh dibiarkan larut dan tenggelam dalam ketakutan, kecemasan dan keputusasaan. Asa dan harapan mereka harus kita jaga, karena mereka adalah tonggak utama bagi masa depan bangsa.