Kapolri Listyo Sigit Prabowo : Leadership dan Komitmennya Dalam Mewujudkan Polri Presisi di Masa Pandemi.

Oleh : Dinal Gusti / Denni W pegiat LSP Indonesia

Ketegasan dan komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan pembenahan di internal Korps Bhayangkara yang dipimpinnya sejak Januari 2021 lalu, mulai membuahkan sejumlah hasil. Sejumlah oknum anggota Polri yang diduga kuat melakukan tindak pidana telah diberhentikan secara tidak hormat [PTDH]. Tak hanya anggota Polri level bintara, sejumlah Perwira Polri dari level Polsek hingga Polres yang dinilai tidak mampu menjalankan titah Kapolri pun dinonaktifkan dari jabatannya. Bahkan ada pula yang diberhentikan secara tidak hormat.

Kapolri Sigit dalam pidatonya tempo hari menyebut, “Kalau tak mampu bersihkan ekor, kepalanya saya potong.” Ungkapan ini adalah sebuah warning atau peringatan bagi seluruh jajaran Polri agar tetap presisi dalam menjalankan tugas. Melihat sejumlah fenomena PTDH terhadap oknum anggota kepolisian di sejumlah daerah, masyarakat pun mengapresiasi ketegasan dan komitmen Kapolri tersebut.

Leadership Kapolri Listyo Sigit sebagai pimpinan tertinggi Polri semakin hari kian kuat pasca itu. Keraguan yang sempat disematkan Publik kepada institusi Polri lambat laun mulai menurun. Kini, tak ada lagi masyarakat yang cemas dan takut untuk mengkritik Polri, karena Kapolri telah menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk tidak antipati dengan kritik. Tak hanya bersikap afirmatif terhadap kritik, sikap humanis Polri dalam bertugas pun mulai dirasakan masyarakat. Walhasil Masyarakat kini berbalik memberikan dukungan kepada Kapolri.

Tulisan ini ditujukan untuk melihat betapa kuatnya leadership seorang Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Menurut seorang pengamat politik dan budaya konservatif sekaligus kontributor tulisan di majalah The New York Times, David Brooks menyebut ada sepasang keutamaan yang harus dimiliki seorang pemimpin. Pertama, keutamaan Athena [petarung], dan kedua keutamaan Jerussalem [penyatu]. Dan dua keutamaan ini adalah sepasang keutamaan yang lazim dimiliki oleh setiap pemimpin di manapun.

Keutamaan Athena adalah keutamaan yang dimiliki seorang petarung. Keberanian menjadi unsur utama dalam jenis keutamaan ini. Keberanian harus disertai dengan kekuatan maupun kekuasaan yang besar. Tujuannya tentu adalah untuk mengalahkan musuh-musuh yang dianggap mengganggu. Sedangkan keutamaan Jerussalem adalah keutamaan penyatu atau pencipta perdamaian. Segala ragam perbedaan harus dicari titik temunya. Kedamaian dan ketenangan adalah tujuan yang ingin dicapai dari jenis keutamaan ini.

Dua keutamaan ini hadir dari leadership Kapolri Listyo Sigit. Di hadapan ancaman dari dalam (internal) yang mengusik instansi yang dipimpinnya, Kapolri menunjukan sikapnya sebagai seorang petarung. Tanpa pandang bulu, setiap anggota Polri dari level bintara hingga perwira yang diduga kuat menabrak aturan atau titahnya, diberhentikan secara tidak hormat atau dinonaktifkan. Ketegasan seperti inilah yang dinanti-nanti publik.

Pada dasarnya, semua orang pun tahu bahwa akar persoalan selalu berasal dari Hulu, dan bukan dari hilir. Bila kepala atau hulu tidak mampu memberikan teladan yang baik, maka jangan salahkan anggota bila berlaku sama. Pepatah “Ikan busuk mulai dari kepala” yang dikutip Kapolri tempo hari sangatlah presisi untuk melukiskan situasi yang sedang dihadapi Polri secara internal. Intinya, Kapolri meminta setiap pemimpin polri harus menjadi teladan yang baik bagi anggotanya. Namun bila tidak mampu, Kapolri dengan tegas mengatakan : “Kalau tidak bisa bersihkan ekor, kepalanya saya potong.”

Semenjak memimpin Institusi Polri, Kapolri Listyo Sigit tak hanya tunjukan sikapnya sebagai seorang Petarung Sejati. Dirinya pun bisa dianggap sebagai sosok Pemersatu dan pencipta perdamaian. Tentu kita masih ingat dengan polemik pemberhentian 58 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] pada akhir September lalu. Kapolri menginisiasi sebuah langkah yang dianggap brilian oleh masyarakat, yakni : merekrut Novel Baswedan dkk.

Kapolri secara tegas dan terang-terangan ingin mengakomodir Novel Baswedan bersama 57 pegawai KPK yang diberhentikan untuk dilibatkan dan diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara [ASN] di Direktorat Tindak Pidana Korupsi, Bareskrim Polri. Pada konteks ini kita melihat Kapolri mampu menjadi figur Pemersatu dan pencipta perdamaian. Polemik pemberhentian 58 Anggota KPK mampu diredamnya dengan sebuah langkah yang sangat solutif dan juga moderat.

Melihat beberapa fenomena di atas tentu kita boleh menaruh percaya dan optimis, bahwa Polri yang prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan (Presisi) di era Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mampu didirealisasikan, terlebih dalam situasi Pandemi seperti ini. Mega triliun anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) butuh pengawasan ekstra agar tidak dikorupsi oleh oknum pejabat. Dan Jiwa Petarung Kapolri Listyo Sigit dan jajarannya sangatlah dibutuhkan dalam posisi ini.