Penulis: Dinal Gusti/Denni Wahyudi, Pegiat Lentera Studi Pemuda Indonesia (LSP Indonesia)
Bulan Agustus 2021 lalu, Brigjen Pol Asep Edi Suheri, Kepala Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri berhasil menangkap Kasman Bin Suned alias Muhamad Kace atas dugaan penistaan agama di Badung, Bali. Kace yang berprofesi sebagai Youtuber itu tak hanya disangkakan Undang-Undang Penistaan Agama tetapi juga Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik [ UU ITE]. Kini Kace sedang mendekam sementara di rutan Bareskrim Polri, dan terancam hukuman 6 Tahun penjara.
Sebulan kemudian pasca penangkapan Kace, Brigjen Asep kembali mengamankan Bandit Digital yang berhasil melakukan penipuan terhadap dua perusahaan asing asal Korea Selatan dan Taiwan. Modus para Bandit Digital ini adalah berpura-pura menjadi mitra dagang kedua perusahaan tersebut. Total kerugian yang dialami oleh dua perusahaan asing tersebut mencapai lebih dari 84 Miliar Rupiah. 5 orang tersangka sementara ini berhasil ditangkap. Lebih dari 29 Miliar Rupiah uang hasil kejahatan berhasil diamankan Bareskrim Polri. Dan kasus ini adalah kasus kedua terbesar yang terjadi sepanjang Pandemi setelah kasus terdahulu yang berhasil diungkap oleh Kapolri Listyo Sigit ketika masih menjabat sebagai Kepala Bareskrim Polri.
Di masa Pandemi Covid-19 ini, Kasus seperti Kace dan Bandit Digital di atas adalah dua dari lima kasus yang paling sering dilaporkan ke Polri. Menurut data yang dilansir oleh Polri pada bulan April 2021 lalu, tercatat 937 kasus yang dilaporkan. Dari 937 kasus tersebut terdapat tiga kasus dengan angka tertinggi yakni : kasus provocative, hate content dan hate speech sekitar 437 kasus. Kemudian disusul dengan penipuan online sebanyak 259 kasus dan konten pornografi sebanyak 82 kasus.
Kasus seperti Kace adalah kasus paling dominan yang diterima oleh Polri hingga saat ini. Konten-konten video yang berunsur provokasi dan kebencian menjadi ‘primadona’ di tengah situasi Pandemi saat ini. Menurut pengamat, faktor dari residu politik identitas pasca pemilu tahun lalu masih bergelantungan di ingatan banyak orang. Dan hal itu mendapatkan ‘energi tambahan’ oleh situasi Pandemi yang memaksa manusia lebih banyak melakukan aktivitas di rumah melalui Gadget dan Laptop. Menurut Kominfo, lebih dari 140 juta penduduk Indonesia menjadi pengguna aktif media sosial selama Pandemi terjadi.
Tak hanya kasus Kace dan sejenisnya, kasus penipuan online pun marak terjadi di masa Pandemi ini. Penipu digital dari kelas teri hingga kelas kakap turut memanfaatkan media sosial untuk melakukan aksinya. Ditangkapnya sejumlah pelaku penipuan terhadap dua perusahaan asing oleh Dirtipidsiber Bareskrim Polri dapat dijadikan alarm pengingat bagi publik. Sebagai penjamin keamanan dan ketertiban masyarakat digital, Dirtipisiber Polri tak hanya melakukan upaya penindakan, tetapi juga turut menghimbau kepada masyarakat untuk terus menjaga dan merawat kewaspadaan ketika melakukan transaksi via digital. Modus-modus operandi penipuan via digital pun telah dipaparkan, dan hal ini tentu sangat berguna bagi masyarakat agar terhindar dari ancaman kejahatan digital, khususnya di masa Pandemi.
Progresivitas Polri dalam menangkap semangat kemajuan teknologi Global dan kemampuan Polri berdaptasi dengan situasi Pandemi terinjeksi dalam program ‘Polisi Virtual’ yang telah diluncurkan sejak era Kepemimpinan Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Hadirnya Polisi Virtual di bawah naungan Bareskrim Polri memberikan jaminan sekuritas bagi masyarakat ketika melakukan interaksi dalam dunia virtual, khususnya selama Pandemi terjadi. Kasus-kasus yang mendominasi laporan Polri seperti ujaran kebencian, hoax, fitnah, penipuan online hingga pornografi lambat laun mulai tereduksi dengan hadirnya Polisi Virtual. Efek Panoptik yang dimunculkan Polisi Virtual terbukti mampu menjaga dan mendidik jemari masyarakat ketika bersentuhan langsung dengan medsos. Dan hal ini tentu sangat presisi dengan semangat Pancasila dan UUD 1945.
Kasus Kace dan penipu digital yang sedang ditangani oleh Dirtipidsiber Polri di atas hanyalah fragmen dari sejumlah praktik kejahatan yang memanfaatkan dunia digital sebagai mediumnya di Masa Pandemi ini. Kata papatah lama, “Mencegah lebih baik daripada mengobati.” Aspek pencegahan tindak pidana akan selalu berada di depan aspek penindakan. Memberikan pemahaman kepada masyarakat adalah senjata utama Lembaga Kepolisian untuk melakukan pencegahan. Kita berharap Kasus Kace dan Bandit Digital bisa direduksi oleh Ditipidsiber Bareskrim Polri hingga ke titik terendahnya.