Rabu, 20 Mei 2020, pukul 14.00 WIB, secara online melalui aplikasi zoom, Anwar Husin (Promovendus) mengikuti Sidang Ujian Terbuka Doktor Ilmu Hukum konsentrasi studi Hukum Pidana dengan judul disertasi: “PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI PENGGUNAAN RESTORATIF JUSTICE ”. Promovendus dinyatakan lulus dengan predikat Sangat Memuaskan.
Bertindak sebagai Tim Promotor dan Penguji, adalah: Prof. Dr. Syaiful Bahri, SH, MH, (Promotor); Dr. Firman Wijaya, SH, MH (Co Promotor); Dr. Masduki Ahmad, SH, MM (Ketua Penguji); Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH (Ketua Bidang Pendidikan Tinggi DPP Syarikat Islam); Prof. Dr. Dailami Firdaus, SH, MBA; Dr. Heru Widodo, SH, MHum (Direktur LBH Lajnah Tanfidziah Syarikat Islam); Dr. Lies Sulistani, SH, MH; Dr. Efridani Lubis, SH, MH; Dr. Abdul Haris Semendawai, SH, LLM.
Yang menjadi latar belakang dalam disertasi ini, Promovendus melihat bahwa penyelesaian kasus kasus korupsi yang terjadi saat ini tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Selalu terjadi disparitas antara putusan yang satu dengan putusan yang lain walaupun penggunaannya tetap didasarkan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Untuk mengantisipasi ini maka dalam penelitian ini promovendus lebih menitik beratkan pada penyelesaian dengan menggunakan restoratif justice sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Pasal 37 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3).
Adapun rumusan masalah yang menjadi perhatian dan renungan Promovendus dalam kajian disertasinya dengan mendasarkan pada dua permasalahan pokok yang perlu dijawab dan diteliti yaitu:
- Apakah penanganan Tindak Pidana Korupsi saat ini sudah ideal dalam sistem hukum pidana Indonesia?
- Bagaimana kemungkinan penyelesaian kasus korupsi di Indonesia menggunakan restoratif justice?
Kesimpulan Promovendus adalah:
- Putusan hakim pada banyak kasus belum didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan hukum materiil yang benar dan tepat. Putusan hakim tidak didapat dari proses persidangan yang fair, adil dan transparan sesuai dengan aturan hukum formil yang berlaku. Putusan hakim pada umumnya belum menggunakan doktrin-doktrin sebagai sumber hukum maupun pertimbangan hukum. Sekalipun ditemukan adanya penggunaan doktrin, namun belum digunakan secara tepat dan beralasan. Putusan hakim belum mencerminkan penghormatan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia pelaku, korban, dan masyarakat.
- Penyelesaian dengan cara Restorative Juastice (RJ) bagi Indonesia adalah merupakan cara yang terbaik mengingat Indonesia telah meratifikasi Konvensi Anti Korupsi dengan Undang- undang Nomor 7 tahun 2006, dalam ketentuan Undang- undang tersebut khususnnya Pasal 37 ayat (1), (2), (3) dan ayat (4) tegas menyatakan bahwa penyelesaian korupsi dapat dilakukan dengan Restorative Justice. Untuk dapat melaksanakan pasal tersebut, pemerintah (KPK) bersama DPR harus berembuk mencari jalan keluar, hal ini pula sebagai bagian dari penerapan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
Saran Promovendus:
- Supaya adanya kordinasi antara Kepolisian, Kejaksaan dan KPK dalam penanganan tindak pidana korupsi dengan menggunakan jalur 1 (satu) pintu sehingga tidak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
- Sudah saatnya Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) dalam penyelesaian kasus korupsi dapat menggunakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang ratifikasi konvensi anti korupsi tahun 2003 dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1) ayat (2) ayat (3) dengan menggunakan restoratif justice sebagai upaya untuk mengurangi terjadi penumpukan perkara.