Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI) menduga adanya permainan dalam penyaluran distribusi bantuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Work Form Home (WFH) akibat pandemi Covid-19.
“Hasil temuan di lapangan dan riset yang kami lakukan, banyak masyarakat yang terdampak Covid-19, khususnya pendapatan ekonomi menengah kebawah di Indonesia tidak menerima manfaat atau bantuan yang diberikan dari pemerintah pusat maupun daerah yang digelontorkan melalui APBD maupun APBN. Hal ini tentu sangat tidak baik dan harus ditelusuri dengan sangat mendetail, mengingat Covid-19 sangat berdampak bagi seluruh masyarakat,” ungkap Ketua Umum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI), Bintang Wahyu Saputra, di Jakarta, Sabtu (11/4).
Bintang mengatakan nilai bantuan yang digelontorkan Pemerintah pusat mencapai 40,4 triliun rupiah untuk bantuan sosial kepada masyarakat, anggaran tersebut terdiri dari Rp 3 triliun untuk dana bansos Jabodetabek, Rp 16,2 triliun untuk di luar penerima PKH, dan Rp 21 triliun dari realokasi dana desa dan sebagainya.
“Kami melihat jumlah anggaran puluhan triliun telah digelontorkan untuk masyarakat Indonesia dari pemerintah pusat, namun berdasarkan hasil temuan di lapangan dan riset yang kami dapatkan, banyak masyarakat yang belum mendapatkan bantuan tersebut. Banyak RT dan RW di Jabodetabek juga bingung saat ditanya warga tentang bantuan sosial yang ramai di beritakan media,” jelasnya.
Bintang juga menyoroti bantuan sembako yang diberikan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk 1,2 juta kepala keluarga (KK), pasalnya ia menduga adanya penyelewengan bansos atas dasar tidak adanya pendataan penerima bantuan yang dilakukan RT RW, dan transparansi anggaran pembelanjaan bansos oleh Pemprov DKI Jakarta.
“Jika bantuan mengacu pada data sensus ekonomi, tentu ini sangat keliru dan rentan potensi penyelewengan, karena sensus ekonomi dilakukan pada 2019 sedangkan dalam waktu tertentu ada masyarakat yang pindah atau meninggal. Nah, ini pendataan dari penerima bantuan harus jelas dan terbuka, penerima bantuan PSBB harus dicatat nama, nomor KTP, nomor KK, alamat, dan nomor teleponnya agar bisa dipertanggung jawabkan,” tambahnya.
Organisasi kemahasiswaan dari Syarikat Islam ini kemudian meminta Bareskrim mabes polri, KPK RI, BPK dan PPATK mengaduit sejumlah bantuan yang diberikan kepada masyarakat Indonesia yang menggunakan APBD maupun APBN.
“Bantuan sembako untuk 1,2 juta kepala keluarga dari Pemprov DKI Jakarta harus diaudit atas sejumlah kejanggalan dalam proses distribusi nya. Anggaran pembelanjaan bansos juga harus transparan kami tidak mau ada yang main main dimasa pandemi ini. Kita tidak mau kecolongan harga beras atau sembako yang diberikan seharga lem Aibon yang sempat ramai beberapa waktu lalu,” tegasnya.
Dalam hal menjaga transparansi dan keterbukaan informasi publik, organisasinya akan membuat tim khusus pengawal dan pengawas independen untuk menghindari penyelewengan dan tindakan yang tidak diharapkan terhadap bantuan sosial untuk masyarakat ditengah pandemi Covid-19.
“Menghindari mark up harga pembelanjaan bansos, korupsi dan tindakan tidak terpuji lainya, SEMMI akan membuat satuan tugas kemanusiaan anti korupsi anggaran bansos (Satgas KAKAB) untuk membantu pemerintah memastikan masyarakat Indonesia menerima bantuan yang sesuai,” tutupnya.
sumber: pbsemmi.org